Beberapa
aliran atau paham memiliki pengertian tersendiri tentang hubungan agama dengan
negara. Pertama, menurut paham teokrasi, hubungan agama dengan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan
agama, karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman
Tuhan, artinya segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara
dilakukan atas titah Tuhan. Dalam paham ini kepala negara dianggap sebagai anak
Tuhan, serta agama dijadikan sebagai landasan hukum. Yang menganut paham ini,
yaitu Arab, Iran, Vatikan.
Kedua,
menurut paham sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan
agama. Dalam paham ini, negara adalah hubungan manusia dengan manusia yang
lain, sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Sehingga dua hal
ini tidak dapat disatukan. Negara memberikan kebebasan bagi warga negaranya
untuk beragama tetapi negara tidak memfasilitasinya dan negara melarang dalam
pengeksposan simbol agama. Dan dalam paham sekuler ada dua macam paham yaitu
sekuler yang kaku dan sekuler moderat. Sekuler moderat adalah sekuler yang
tidak memberi sekat antara agama dengan negara, sebab negara membutuhkan agama
dan agama membutuhkan negara. Selanjutnya yang menganut paham sekuler, yaitu
beberapa negara di Eropa dan Turki.
Ketiga,
menurut paham komunis, agama dianggap sebagai candu masyarakat. Paham ini pun
menimbulkan paham atheis yang berarti tidak bertuhan. Sedangkan menurut Karl
Marx, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri dan agama dianggap sebagai suatu
kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri. Tetapi
sebenarnya seathei-atheis manusia, manusia tetap percaya adanya Tuhan. Dan yang
menganut paham ini, yaitu Rusia.
Tentang
hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut Munawir Sjadzali ada beberapa
aliran yang menanggapinya. Pertama, aliran yang menganggap bahwa Islam mencakup
segala-galanya, sehingga agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan
negara adalah urusan agama. Aliran kedua, menganggap bahwa islam tidak ada
hubungannya dengan negara, karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara.
Aliran ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya tetapi
mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika dalam bernegara. Sementara
itu menurut Hussain Muhammad, dalam islam ada dua model hubungan agama dengan
negara. Pertama hubungan integralistik, yaitu agama dan negara tidak dapat
dipisahkan, sedangkan model hubungan simbiosis mutualistik menegaskan bahwa
antara agama dan negara terdapat hubungan saling membutuhkan, yaitu agama dapat
berjalan dengan baik apabila ada negara, dan tanpa agama akan terjadi kekacauan
dan amoral dalam negara.
Sedangkan
menurut Pancasila hubungan agama dengan negara adalah negara berdasar atas
ketuhanan dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, tidak ada
tempat bagi atheisme dan sekulerisme, tidak ada tempat bagi pertentangan dan
pemaksaan agama, adanya toleransi, segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara berdasarkan nilai ketuhanan. Dan dalam sila Pancasila ketuhanan berada
pada tingkatan yang paling atas, yang menjadi naungan atau landasan atau dasar
dari sila-sila berikutnya. Dapat dikatakan negara Indonesia membutuhkan agama.
Tetapi jika dalam kaitan ini ditanyakan apakah negara Indonesia menganut paham
teokrasi, sekuler, hubungan integralistik atau simbiosis mutualistik?
Sebenarnya Indonesia 80% menganut paham sekuler yang moderat, sebab negara
Indonesia membutuhkan agama.
Selanjutnya
di negara Indonesia terdapat berbagai macam agama, meliputi Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu. Keberagaman agama ini terkadang menimbulkan
konflik social diantara penganutnya. Menurut Hasrul Hanif dalam film Para
Liyan, beliau berpendapat bahwa konflik social merupakan sesuatu yang wajar,
dalam arti perbedaan nilai atau perbedaan pandangan tetapi yang perlu
diminimalisasi apabila konflik tersebut berubah menjadi kekerasaan”. Konflik tersebut
dapat dipicu karena adanya perbedaan dalam hal keadilan ekonomi, politik atau
tokoh-tokoh yang hanya mengedepankan kepentingan kelompoknya. Selain itu
konflik, perbedaan, dan kebencian antar beragama dapat muncul karena persepi
awal dalam diri seseorang yang tertanam dari kebiasaan yang timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam film para liyan, anak-anak TPA ditanamkan dalam dirinya
tentang kebencian terhadap orang lain melalui lagu anak sholeh dan juga
kebiasaan di masyarakat yang hanya menyediakan suatu hal bagi penganut agama
tertentu, yaitu kos bagi muslim. Inilah yang menyebabkan mengapa keberagaman
agama masih menjadi polemik di Indonesia. Ditambah lagi dalam satu agamapun
masih banyak konflik yang muncul, seperti perusakan dan pembakaran yang
dilakukan oleh ormas Islam terhadap masjid jamaah Ahmadiyah yang nota-bene
beragama Islam.
Sebenarnya
hal ini dapat dicegah apabila setiap orang memiliki toleransi yaitu mengakui
dan menghargai orang lain dan juga pluralism yang lebih kepada memahami orang
lain. Ada ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tentang toleransi dalam
beragama, yaitu Lakum diinukum waliyadiin, yang artinya bagi kalian adalah hak
dalam menjalankan agama kalian dan bagi saya adalah hak dalam menjalankan agama
saya, bukan berarti pengabaian terhadap seseorang yang beragama berbeda tetapi
merupakan sebuah penghormatan. Perbedaan terhadap orang lain itu sendiri muncul
karena nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari maka yang perlu dilakukan adalah
mampukah kita mengubah cara berpikir dan memandang orang lain atau the others
sebagai musuh, tetapi memandang orang lain tersebut sebagai advertserial dan
membuang prasangka-prasangka buruk yang sejatinya kita belum memahami hal
tersebut. Dan dalam kutipan salah satu tokoh dalam film Para Liyan, beliau
mengatakan bahwa untuk apa beragama jika agama tersebut hanya membuat orang
lain menderita. Hal ini dapat menjadi sebuah kunci bagi kita dalam beragama dan
sebelum menyebutkan diri kita sebagai seseorang yang beragama.
0 komentar:
Posting Komentar