Sabtu, 08 Maret 2014

Hubungan Agama dengan Negara



Beberapa aliran atau paham memiliki pengertian tersendiri tentang hubungan agama dengan negara. Pertama, menurut paham teokrasi, hubungan agama dengan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman Tuhan, artinya segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dalam paham ini kepala negara dianggap sebagai anak Tuhan, serta agama dijadikan sebagai landasan hukum. Yang menganut paham ini, yaitu Arab, Iran, Vatikan.

Kedua, menurut paham sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah hubungan manusia dengan manusia yang lain, sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Sehingga dua hal ini tidak dapat disatukan. Negara memberikan kebebasan bagi warga negaranya untuk beragama tetapi negara tidak memfasilitasinya dan negara melarang dalam pengeksposan simbol agama. Dan dalam paham sekuler ada dua macam paham yaitu sekuler yang kaku dan sekuler moderat. Sekuler moderat adalah sekuler yang tidak memberi sekat antara agama dengan negara, sebab negara membutuhkan agama dan agama membutuhkan negara. Selanjutnya yang menganut paham sekuler, yaitu beberapa negara di Eropa dan Turki.
Ketiga, menurut paham komunis, agama dianggap sebagai candu masyarakat. Paham ini pun menimbulkan paham atheis yang berarti tidak bertuhan. Sedangkan menurut Karl Marx, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri dan agama dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya seathei-atheis manusia, manusia tetap percaya adanya Tuhan. Dan yang menganut paham ini, yaitu Rusia.
Tentang hubungan agama dan negara dalam Islam, menurut Munawir Sjadzali ada beberapa aliran yang menanggapinya. Pertama, aliran yang menganggap bahwa Islam mencakup segala-galanya, sehingga agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama. Aliran kedua, menganggap bahwa islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara. Aliran ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya tetapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika dalam bernegara. Sementara itu menurut Hussain Muhammad, dalam islam ada dua model hubungan agama dengan negara. Pertama hubungan integralistik, yaitu agama dan negara tidak dapat dipisahkan, sedangkan model hubungan simbiosis mutualistik menegaskan bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan saling membutuhkan, yaitu agama dapat berjalan dengan baik apabila ada negara, dan tanpa agama akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.
Sedangkan menurut Pancasila hubungan agama dengan negara adalah negara berdasar atas ketuhanan dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme, tidak ada tempat bagi pertentangan dan pemaksaan agama, adanya toleransi, segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara berdasarkan nilai ketuhanan. Dan dalam sila Pancasila ketuhanan berada pada tingkatan yang paling atas, yang menjadi naungan atau landasan atau dasar dari sila-sila berikutnya. Dapat dikatakan negara Indonesia membutuhkan agama. Tetapi jika dalam kaitan ini ditanyakan apakah negara Indonesia menganut paham teokrasi, sekuler, hubungan integralistik atau simbiosis mutualistik? Sebenarnya Indonesia 80% menganut paham sekuler yang moderat, sebab negara Indonesia membutuhkan agama.
Selanjutnya di negara Indonesia terdapat berbagai macam agama, meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu. Keberagaman agama ini terkadang menimbulkan konflik social diantara penganutnya. Menurut Hasrul Hanif dalam film Para Liyan, beliau berpendapat bahwa konflik social merupakan sesuatu yang wajar, dalam arti perbedaan nilai atau perbedaan pandangan tetapi yang perlu diminimalisasi apabila konflik tersebut berubah menjadi kekerasaan”. Konflik tersebut dapat dipicu karena adanya perbedaan dalam hal keadilan ekonomi, politik atau tokoh-tokoh yang hanya mengedepankan kepentingan kelompoknya. Selain itu konflik, perbedaan, dan kebencian antar beragama dapat muncul karena persepi awal dalam diri seseorang yang tertanam dari kebiasaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Dalam film para liyan, anak-anak TPA ditanamkan dalam dirinya tentang kebencian terhadap orang lain melalui lagu anak sholeh dan juga kebiasaan di masyarakat yang hanya menyediakan suatu hal bagi penganut agama tertentu, yaitu kos bagi muslim. Inilah yang menyebabkan mengapa keberagaman agama masih menjadi polemik di Indonesia. Ditambah lagi dalam satu agamapun masih banyak konflik yang muncul, seperti perusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh ormas Islam terhadap masjid jamaah Ahmadiyah yang nota-bene beragama Islam.
Sebenarnya hal ini dapat dicegah apabila setiap orang memiliki toleransi yaitu mengakui dan menghargai orang lain dan juga pluralism yang lebih kepada memahami orang lain. Ada ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tentang toleransi dalam beragama, yaitu Lakum diinukum waliyadiin, yang artinya bagi kalian adalah hak dalam menjalankan agama kalian dan bagi saya adalah hak dalam menjalankan agama saya, bukan berarti pengabaian terhadap seseorang yang beragama berbeda tetapi merupakan sebuah penghormatan. Perbedaan terhadap orang lain itu sendiri muncul karena nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari maka yang perlu dilakukan adalah mampukah kita mengubah cara berpikir dan memandang orang lain atau the others sebagai musuh, tetapi memandang orang lain tersebut sebagai advertserial dan membuang prasangka-prasangka buruk yang sejatinya kita belum memahami hal tersebut. Dan dalam kutipan salah satu tokoh dalam film Para Liyan, beliau mengatakan bahwa untuk apa beragama jika agama tersebut hanya membuat orang lain menderita. Hal ini dapat menjadi sebuah kunci bagi kita dalam beragama dan sebelum menyebutkan diri kita sebagai seseorang yang beragama.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar