Sabtu, 08 Maret 2014

Pancasila dan UUD 1945



Negara dibentuk tidak tanpa tujuan. Negara dibentuk untuk mencapai suatu tujuan, yaitu kesejahteraan. Menurut Max Weber, negara memiliki sifat yang memaksa dan monopoli. Sewaktu-waktu negara dapat menindas rakyat dengan sifat yang dimilikinya, bahkan penindasan tersebut dapat dilakukan dengan kekerasan fisik. Sehingga negara harus dikontrol agar tidak otoriter pada rakyatnya. Maka konstitusi diperlukan untuk mengontrol negara dan meyakinkan negara untuk mencapai tujuan awalnya yaitu untuk mencapai kesejahteraan.

Saat ini, konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah UUD 1945. Sebelumya Indonesia telah mengalami pergantian konstitusi beberapa kali, yaitu: UUD 1945, konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, dan kembali pada UUD 1945. Selain itu, UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen untuk menyempurnakan pasal-pasal yang ada di dalamnya. UUD 1945 dapat disebut sebagai konstitusi, apabila UUD 1945 adalah
1.      Konsensus atau kesepakatan. Jadi UUD 1945 tidak berasal dari satu suara atau hasil dari pemikiran satu orang tetapi berasal dari kesepakatan beberapa orang atau kelompok.
2.      Legal formal (resmi dan mengikat), yaitu berdasar hukum. Sehingga orang yang melanggar UUD 1945 akan dihukum dan ancamannya bersifat langsung, tidak abstrak. Di dalam UUD 1945 terdapat pasal-pasal yang menjelaskan tentang hukuman bagi seseorang yang melanggar UUD 1945.
3.      Sumber tertib hukum, yaitu UUD 1945 merupakan dasar hukum tertinggi di bawah Pancasila sehingga perundang-undangan dan peraturan lainnya harus bersumber pada UUD 1945.
Konstitusi merupakan hukum tertinggi di suatu negara, tetapi konstitusi masih banyak diselewengkan oleh beberapa pihak, terutama yang paling banyak melakukan penyelewengan ini adalah aparat negara, begitupun penyelewengan terhadap UUD 1945. Contoh penyelewengan terhadap UUD 1945 adalah
1.      Periode berlakunya UUD 1945 (1945-1949), sistem kabinet presidensial berubah menjadi kabinet parlementer. Akibatnya kehidupan politik dan pemerintahan pada saat itu tidak stabil.
2.      Periode berlakunya konstitusi RIS ( 1949-1950), NKRI berubah menjadi Negara Federasi RIS. Hal ini mengakibatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi terkotak-kotak karena adanya negara bagian.
3.      Periode berlakunya UUDS 1950 (1950-1959), perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer sehingga kabinet dalam pemerintahan sering berganti. Hal ini pun menyebabkan tidak stabilnya stabilitas nasional. Dan rakyat pun tidak diperhatikan oleh pemerintah.
4.      Periode berlakunya UUD 1945, yaitu pada masa orde lama banyak terjadi penyimpangan. Salah satunya konsepsi Pancasila berubah menjadi konsepsi Nasakom (nasional, agama, dan komunis), yang sangat bertentangan dengan tujuan dan cita-cita bangsa yang telah disepakati sebelum kemerdekaan. Akibatnya sistem yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tidak berjalan dan mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamanan. Sedangkan pada masa orde baru, penyimpangan yang terjadi adalah penyelenggaraan yang otoriter dan presiden menjabat selama 32 tahun sehingga tidak sesuai dengan semangat demokrasi bangsa Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan yang otoriter ditunjukkan dengan adanya pembatasan terhadap pers dan rakyat dilarang mengkritik pemerintah. Padahal dengan adanya pers, rakyat dapat mengetahui penyelenggaraan pemerintah dengan jelas sehingga dapat bersifat transparan. Pers pun dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan pemerintah dengan rakyat begitupun sebaliknya. Dan secara tidak langsung melalui pers, penyelenggaran negara yang dilakukan pemerintah dapat diawasi.
Sebenarnya sampai saat ini pun masih banyak terjadi penyelewengan terhadap UUD 1945. Sebagai contohnya yaitu korupsi yang banyak dilakukan oleh para penyelenggara negara. Mereka dalam melakukan korupsi menggunakan berbagai strategi yang semakin lama semakin berkambang, yang tujuannya untuk mengindari hukum yang tercantum di dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun UU. Sehingga dalam memvonis koruptor, KPK menggunakan pasal yang berkaitan dengan pencucian uang karena koruptor dalam menyimpan uang hasil korupsinya tidak lagi berbentuk uang tetapi berbentuk barang (rumah, mobil, dll).
Penyimpangan dari UUD 1945, yang dilakukan oleh para penyelenggara negara merupakan tindakan yang melecehkan konstitusi di Indonesia. Dan dapat disimpulkan bahwa yang pertama menginjak-injak konstitusi adalah penyelenggara negara. Maka sebagai warga negara kita jangan mengandalkan pemerintah sepenuhnya. Tetapi rakyat lah yang harus mengontrol jalannya pemerintahan. Jika ditotal dengan jumlah penduduk di suatu negara, aparat negara hanya 25% dari jumlah penduduk dari negara tersebut, maka tidak ada alasan bagi kita, sebagai rakyat sipil, untuk tidak ikut andil dalam mengawasi dan mengontrol dalam penyelenggaraan negara. Karena, untuk apa kita bernegara jika kita tidak sejahtera? Sedangkan yang menikmati kesejahteraan tersebut adalah kaum elit, termasuk penyelenggara negara yang selalu berkeinginan untuk memperkaya diri tanpa memikirkan rakyat jelata yang sangat membutuhkan kenyamanan dan ketentraman dalam hidupnya. Dan di tangan kita lah kesenjangan sosial yang terjadi diantara kaum elit dengan rakyat jelata dapat lebur.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar