Selasa, 11 Maret 2014

Resensi buku kumpulan cerpen "Gerhana"



Kisah Orang Kecil di Tangan Muhammad Ali
 
Judul                                       : Gerhana (Kumpulan Cerpen)
Pengarang                               : Muhammad Ali
Kota dan nama penerbit          : Jakarta, Pustaka Utama Grafiti
Tahun dan edisi penerbitan     : 2008, Cetakan IV (Edisi Khusus)
Tebal buku                              : 164 halaman
Jenis kertas isi                         : HVS 70 gram/m2
Jenis kertas kulit                      : Art Karton 180 gram/m2


“Kemlaratan dan dosa, kata orang, cuma berjarak selangkah.” Tetapi, lewat kumpulan cerpennya, Muhammad Ali menjengkelitkan anggapan tersebut. Ia adalah seorang penulis yang tidak bisa menyembunyikan simpatinya terhadap masyarakat dari kalangan bawah. Penulis yang juga mantan Ketua Dewan Kesenian Surabaya (1976-1978), mencurahkan rasa simpatinya tersebut dalam buku kumpulan cerpen yang berjudul Gerhana. Terdapat 21 buah cerpen dalam  kumpulan cerpennya tersebut. Kumpulan cerpen penulis kelahiran Surabaya, 23 April 1927, mengisahkan kehidupan orang-orang kecil.
Muhammad Ali, dengan bahasanya yang ringan namun tetap kaya akan unsur sastra, mampu menggugah para pembaca. Tidak hanya itu, Muhammad Ali yang bersekolah di MULO (tidak selesai) dan kursus di Keimin Bunka Shidoso, dapat menghadirkan cerita-cerita yang menarik dan menyenangkan. Sebut saja judul cerpen ” Gerhana ”.
Ceritanya mengenai Sali yang menanam pepaya di pekarangan rumahnya. Suatu hari ia mendapati pohon papaya kesayangannya itu tergeletak tak bernyawa. Ada seseorang yang menebang pohon tersebut. Karena rasa sayangnya pada pohon yang telah dianggap anak, Sali pun begitu marah dan berusaha mencari pelaku yang menebang pohon tersebut. Langkah pertamanya adalah dengan melapor pada Pak Lurah. Namun Pak Lurah menganggap kasus tersebut terlalu ringan. Sali tidak terima kasus tersebut dianggap ringan. Lalu Sali pergi ke kantor kecamatan. Di kantor camat, ia melaporkan peristiwa yang menimpanya kepada juru tulis muda tetapi mereka malah mengejek Sali secara halus. Hingga akhirnya Sali memutuskan untuk melapor kepada Pak Polisi. Namun, usahanya sia-sia karena bukan bantuan yang didapat, melainkan cemooh dan kemarahan Pak Polisi. Akhirnya Sali menyerah dan beranjak pulang ke rumah. Setibanya di rumah, badannya sekonyong-konyong roboh dan tak sadarkan diri. Maka beberapa dukun kampung pun didatangkan untuk mengobati Sali. Tetapi pada akhirnya, Sali hanya diam terbujur kaku meninggalkan keluarganya. Dan ternyata orang yang menebang pohon tersebut adalah istri Sali sendiri.
Cerpen berjudul Gerhana ini sungguh tidak terduga isi ceritanya. Cerpen ini sama sekali tidak menceritakan gerhana sama sekali. Yang diceritakan malah kisah Sali yang mencari penebang pohon pepayanya. Ini membuktikan bahwa Muhammad Ali selaku penulis memang pandai dan piawai dalam menulis cerpen. Simaklah salah satu kalimat yang terdapat dalam cerpen ini, “Sali mengerti Pak Lurah mulai meradang, kentara dari kedua matanya yang mulai memerah”. Maksud dari kalimat ini adalah Pak Lurah yang mulai marah. tetapi dengan gayanya yang khas, Muhammad Ali memainkan kata-kata untuk memperindah cerpen yang ia tulis.
Selain cerpen berjudul Gerhana, Muhammad Ali juga menulis beberapa cerpen ringan lainnya, diantaranya: Kalung, Kursi Antik, Kipas Angin dan Si Pukul Tujuh. Cerpen dengan judul yang singkat dan terkesan ringan.
Cerpen berjudul Kalung menceritakan Ngalima yang akhirnya dipanggil Burik setelah terkena cacar. Ia hidup dengan kemenakannya yang perawan tua. Suatu hari, Burik membeli kalung dari uang hasil jerih payahnya. Tak diduga, kalung tersebut pun amblas diambil copet keesokan harinya.
Lain lagi dengan cerpen berjudul Kursi Antik. Cerpen ini menceritakan seorang wanita yang ingin menjual kursi antik milik keluarganya. Wanita tersebut mengajak pemilik toko barang antik untuk melihat kursi antik yang ada di rumahnya. Akan tetapi, sang pemilik toko mengurungkan niatnya untuk membeli kursi tersebut setelah melihat keadaan keluarga wanita itu. Dan akhirnya pemilik toko meninggalkan kediaman wanita itu setelah sebelumnya memberikan sedikit uang.
Jika cerpen berjudul Kalung dan Kursi Antik menceritakan kehidupan sosial yang kental dengan kemiskinan, tak ubahnya cerpen berjudul Kipas Angin. Ceritanya mengenai seorang pelukis yang hidupnya tak menentu. Beberapa kali ia membeli barang-barang, namun tak berapa lama akan dijualnya kembali untuk kebutuhan hidup keluarga. Namun suatu kali pelukis ini berhasil menjual lukisannya dan membeli sebuah kipas angin dari sebagian uang hasil penjualan tersebut. Sang pelukis tersebut telah salah langkah membeli kipas angin, karena di rumahnya tak ada listrik.
Si Pukul Tujuh, salah satu cerpen Muhammad Ali yang tertuang dalam buku ini, menceritakan seorang perempuan kecil yang setiap jam tujuh malam berdiri di depan toko ”Atom”. Seorang laki-laki setiap malam selalu memperhatikannya. Bukan karena rasa suka, melainkan pertanyaan yang muncul dalam benak laki-laki itu. Hingga akhirnya laki-laki itu mengetahui pekerjaan yang dilakukan Si Pukul Tujuh, yaitu sebagai perempuan seks komersial.
Cerpen-cerpen lain yang tertuang dalam kumpulan cerpen berjudul  “Gerhana“, diantaranya Kuntilanak, Sepatu, Cak Nyoto, Sarinah, Sampah, dan Telegram kepada Abu Nawas. Kumpulan cerpen, Gerhana, memperlihatkan sosok penulisnya sebagai sastrawan yang terkenal memiliki kepekaan sosial dari ketajaman penanya, serta selera humor yang menjadi salah satu ciri khasnya, sehingga di dalam cerpen-cerpennya terdapat unsur jenaka. Selain itu, ia menggunakan bahasa daerah dalam cerpennya, dengan maksud untuk memberikan arti yang lebih mendalam pada cerpennya tersebut.
Bahasa yang dipakai pun mudah dimengerti. Maka tak heran jika karya-karyanya laku di pasaran, seperti Persetujuan dengan Iblis (novel, 1954), Hitam Atas Putih (drama dan kumpulan cerpen, 1959), Ibu Kita Raminten (novel, 1982), Sastra dan Manusia (kumpulan esai,1986). Namun, kekurangan dari kumpulan cerpen Gerhana ini adalah cerita yang hanya mengisahkan kehidupan orang-orang kecil. Padahal, dengan gaya beliau yang khas, Muhammad Ali mampu mengisahkan kehidupan masyarakat atas dengan kemasan menarik. Tetapi penyelesaian yang disajikan di setiap cerpennya kurang memberikan kesan yang mendalam bagi pembaca. Seharusnya, Muhammad Ali dapat mengemas akhir cerita dari setiap cerpennya dengan menarik.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

:i:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar